Keterangan gambar: sejumlah kenang-kenangan kegiatan literatif yang dilaksanakan STAI Denpasar
Konstruksi ilmu Islam sesungguhnya bisa banyak diperkaya lewat berbagai kelembagaan Islam di Bali. Namun keseragaman model yang ada belum begitu optimal. Masjid, mushola, majelis taklim, lembaga keagamaan, dan lembaga pendidikan formal terasa belum mempunyai skala prioritas itu.
Ketidakseragaman yang dimaksud adalah misalnya di masjid atau mushola, atau lembaga lainnya pengembangannya masih sebatas bil lisan, ceramah, taklim, pengajian umum, dan lainnya. Belum mengarah konstruksi ilmu bilqolam.
Berdasarkan investigasi penulis bahwa konsep konstruksi pengayaan ilmu Islam di wilayah Bali baru dimainkan oleh perguruan tinggi Islam (PTI) Bali, atau komunitas yang peduli dan berkepentingan untuk itu. Padahal PTI di Bali masih dapat dihitung dengan jari.
Realitas sedemikian itu patut menjadi pemikiran bersama, agar pengayaan ilmu Islam (ke-Islam-an) di Bali dapat ditingkatkan lagi.
Berdasarkan catatan penulis ada beberapa jurnal ke-Islam-an yang sudah terbit resmi, terakreditasi di Bali. Baik bersifat nasional maupun internasional. Misalnya; Widya Balina, Faidatuna, Maisyatuna (STAI Denpasar), An-Nahdlah (STIT Jembrana), Jurnal Nirta Studi Inovasi, dan Alhayat Bali.
Semua itu sesungguhnya merupakan ikhtiar pengayaan konstruksi ilmu Islam di Bali yang perlu mendapat apresiasi umat dan perguruan tinggi Islam di Bali. Kini sudah waktunya, patut kiranya buat investasi seperti yang pernah dilakukan oleh Pangeran Adilangu II dan Carik Bajra pada tahun 1700-an (dalam Babat Tanah Jawa). Catatan-catatan mereka menjadi damar penyuluh kaum santri hingga saat ini.