Catatan singkat ini bukan mengada-ada. Dan juga bukan mencari-cari celah ruang kosong atau tanpa arti dalam kesengajaan atau ketidaksengajaan. Tapi, lebih daripada itu merupakan ikhtiar meretas suasana internalisasi semua apapun yang telah dikerjakan bersama. Sebagai bagian dari implementasi religi yang barusan selesai. Yakni pelaksanaan Idul Kurban yang barusan kita lalui bersama. Tentu juga bukan lagi suatu rencana, dan proses. Tapi lebih dari itu mengarah pada sendi-sendi implementatif riil sebaran nilai-nilai dari sebuah keyakinan yang sudah melekat pada setiap diri muslim. Makna kurban itu sendiri dapat mengarah, menuju, dan menggerakkan pembudayaan internal yang tidak lepas dalam setiap jengkal kehidupan.
Ribuan, jutaan, milyaran, mungkin nominal triyunan yang dikeluarkan oleh muslim sedunia atas momentum kurban ini. Misalnya hal itu dihitung secara matematis. Tapi tentu semua itu tidak dapat dimaknakan secara matematis. Karena semuanya berkaitan erat dengan impresi implementasi spiritual dan lebih jauh lagi hubungan eratnya dengan religi sekaligus sifat religiousitas pendekatan diri umat kepada Allah Swt.
Dalam konsep religiositas secara teoritik dapat diterangkan secara jelas. Sebagaimana tertulis dalam kitab qomi’uth Thughyan karya Syaikh Nawawi Al-Bantani bahwa kurban dimaksudkan menyembelih unta, sapi, atau kambing (ed. binatang ternak) dengan niat taqarrub kepada Allah. Waktu menyembelih dimulai sejak terbitnya matahari pada hari nahr dan berlangsung sampai seukuran salat Idul Adha dan khutbah salat Idul Adha. Ini menurut Imam Syafi’i.
Selanjutnya Imam Nawawi melanjutkan paparannya bahwa waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 13 Dzulhijjah. Diterangkan juga pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas berpendapat bahwa waktu terakhir untuk menyembelih binatang kurban adalah sebelum matahari terbenam tanggal 12 Dzulhijjah.
Lebih lanjut Syaikh Nawawi Al-Bantani menguraikan bahwa daging binatang kurban yang sunah, bukan yang dinazarkan, wajib dibagikan kepada fakir miskin; sedang orang yang menyembelih binatang kurban disunatkan untuk tidak ikut memakan dagingnya lebih dari sepertiga. Daging kurban itu disyaratkan untuk dibagikan dalam keadaan mentah agar orang yang menerima dapat mempergunakannya sesuka hatinya. Artinya, tidak cukup daging itu dibagikan sudah matang lalu diundang fakir miskin untuk memakan daging itu.
Ditegaskan pula oleh Syaih Nawawi bahwa kurban nazar syarat-syaratnya adalah orang yang berkurban itu tidak boleh makan sedikit pun. “Hukumnya wajib untuk mensedekahkan semuanya sampai ke kulit-kulitnya bahkan tanduknya sekalipun,” simpulan Syaih Nawawi.
Dari paparan di atas Pusat Penelitian dan Pengabdian masyarakat (P3M) STAI Denpasar merasa berkepentingan mengadakan semacam kajian kecil-kecilan. Tujuannya tidak lain bagaimana nantinya dapat selaras dengan esensi P3M, yang tidak lain untuk misi P3M ini mempunyai ranah jangkauan pengembangan suatu kegiatan bersifat integral: baik bersifat jasmaniah hingga jangkauan ruhaniah.
Dimaksudkan jarak raihan bersifat jasmaniah adalah suatu kegiatan yang telah dilaksanakan sudah barang tentu melalui perencanaan, proses, pelaksanaan, dan hasil yang sudah dicapai. Sebagaimana contoh, misalnya, bahwa kegiatan yang sudah terencanakan tersebut, baik yang dilaksanakan oleh yayasan Al-Ma,ruf, berdasarkan informasi yang didapat dari Butet Silvia dapat kurang lebih 500 bungkus dan kurban dari STAI Denpasar sebanyak 275 bungkus. Artinya bahwa dengan kegiatan itu sangat prospektif. Dikatakan prospektif karena kegiatan tersebut mempunyai dampak dalam konteks administratif, konteks syariah, dan konteks komunikasi kolaborasi social.
Lebih dari itu kegiatan dapat dipetik manfaat dan guna (konteks akademik) dalam realitas lembaga pendidikan sebagai bagian dari kebersamaan, kepedulian, pemahaman, dan kematangan publik. Dampak strategis lainnya adalah dengan pengayaan bank data dan catatan-catatan keberpihakan aktivitas positif STAI Denpasar, baik secara langsung maupun tidak langsung marketable kelembagaan semakin kuat.
Sebagai catatan penting pada kegiatan tersebut adalah terkait rencana, pelaksanaan, hasil yang sudah dilaksanakan tentu sangat penting dapat dicatat dengan baik. Tidak lain bertujuan suatu saat nantinya bila bagi akademisi mengadakan penelitian semuanya tersaja dalam bentuk dokumen dengan baik. Selain itu secara apresiatif pelaksanaan dengan waktu sangat tepat, karena realitasnya ada dua pendapat berdasarkan kontek pemikiran mazhab tersebut di atas. Apalagi realitas pada Idul Adha tahun ini jatuh pada hari Rabu dan hari Kamis. Sementara STAI Denpasar sangat akomodatif dengan kedua komunitas, baik yang ikut hari raya pada hari Rabu atau sebaliknya hari Kamis. Andaikata saja kurban dari STAI Denpasar dilaksanakan hari Ahad, sudah barang tentu batal-lah sifat akomodatif yang selama ini dimiliki STAI Denpasar, ini adalah bagian dari kecerdasan strategis bagi STAI Denpasar. Dengan koordinasi impulsif pelaksanaan kurban di STAI Denpasar dengan teknik dan strateginya STAI Denpasar harus rela dapat membagi hewan kurban pada mustahik tertentu, bagaimana selanjutnya, tentu kiatlah nanti yang dapat menjawab semuanya. Namun, tidak ada yang lebih penting dari semua itu selain mengisi hidup itu sendiri. Sebagai makhluk Illahi yang tak pernah surut menjemput karunia-Nya Yang Fitri.